Belajar ke ‘Toraja’ – Bag.1

Makassar. Jadi ceritanya, saya dan mami pergi karena ajakan Tante Tina. Pada kesempatan ini, ada kerabat beliau yang akan menikah. Bersama dengan Thomas, anak yang diasuh Tante Tina, kami berempat pergi ke desa asal mereka. Setahu saya Tante Tina itu berasal dari Toraja, jadi saya membayangkan akan pergi ke desa yang penuh dengan adat. Excited? Tentu saja!

Hari itu, Om Anto yang adalah suami Tante Tina tidak bisa mengantar kami sampai ke tempat tujuan karena ada kepentingan lain, maka setelah menempuh satu jam perjalanan dengan mobil dari rumah tibalah kami di Terminal Daya.

Naik transportasi umum keluar kota itu ada kesenangannya sendiri. Tentu saja saya menyukai duduk di samping jendela karena saya bisa merasakan angin, mencium bau selain bau kota, serta melihat alam dan sekitar dengan lebih jelas. Kali ini bis membuat saya sedikit tidak betah duduk, pantat saya rasanya rata dan panas. Wajar! 8 jam perjalanan dan ini bukan bus eksekutif!

Selamat datang di Messawa! Kira-kira begitu kalimat yang sepantasnya didapatkan pantat yang rata dan panas tadi begitu menjejakkan kaki di tanah.

Banyak hal baru yang saya pelajari dan alami. Menantang! Bidang yang saya sukai, komunikasi antarbudaya.

Ini beberapa hal yang saya catat di kertas saat itu:

Hari ke-1
21.07.08
Bagian Pertama

– Waktu pertama kali tiba, kami tidak langsung menuju rumah mempelai tapi ke rumah tantenya Thomas. Benar-benar membuatku teringat COP (Community Outreach Program) yang pernah saya ikuti 2 tahun lalu, para penduduk berkumpul dan berbahasa daerah yang sama sekali tidak saya mengerti. Jadi saat mereka berbahasa daerah, Tante Tina menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Saat COP, saya termasuk ‘penerjemah’ di grup. (COP akan saya bahas di postingan yang lain)
– Minum, ngga, minum, ngga… Minum deh! Penasaran! Rasanya ya seperti air putih, tapi agak lain. Disebabkan kayunya. Air minum yang disuguhkan warnanya pink tapi tetap bening. Jadi bisakah itu disebut air putih? Atau air pink?

Bagian Kedua
– Kami menginap di rumah mempelai wanita, kecuali Thomas. Dia tidur di keluarganya. Menyenangkan memang dia bisa bertemu orangtua dan saudara-saudaranya.
– Rumah penduduk adalah rumah panggung. Saat ada acara (seperti acara pernikahan yang akan kami hadiri), dinding-dinding rumah bagian tengah ke depan yang terbuat dari papan-papan kayu dilepas dan digunakan untuk lantai untuk para tamu di bawah rumah panggung.
– Saat kami datang rumah ini ramai karena banyak saudara mempelai yang datang. Pernikahannya bukan hari ini sih, belum.
– Mereka tidak makan lombok, jadi tidak ada pohon lombok.
– Malam ini yang saya temui, mereka masak anjing yang direbus dan kuahnya diminum. Kaget? Iya!
Makanan kebanyakan direbus. Waktu itu saya jadi berpikir tidak akan ada kolesterol dan tekanan darah tinggi disini. Mereka sehat. Bukan tentang anjingnya ya, tapi tentang makanan, lauk dan sayur yang direbus. #sayatidakmakananjing #sayasayanganjing
– Saya melihat seorang wanita muda sekitar usia 20 tahun dengan seorang anak dan suami yang usianya jauh lebih tua. Saya berpikir mungkin gadis-gadis disini menikah di usia muda dengan pria yang jauh lebih tua, sekitar usia 30 tahun. Calon mempelai yang kutemui tadi juga usianya sekitar 18 tahun.
– Mereka sedang membuat kue saat kami ada disana. Nama kue-kue yang dibuat itu: bangke, deppatori, dan kue cacing. Deppatori jadi favorit saya. Mereka bisa membuat kue sebanyak 25 blek kerupuk dalam 1 hari. Wow!
– Benar-benar desa. Waktu pertama kali mau masuk ke toiletnya, saya sangat berharap semoga WC-nya bukan ‘jumleng’ kaya di COP. Dan… Thanks God ngga!!!
Hmm, tapi dinding kamar mandinya tersusun dari papan-papan kayu yang tidak rapat. Ada banyak celah disana. Oke, aku mandi pakai sarung.
– Mempelai wanita punya adik cowok yang peduli padanya. Good!
Saat malam, semua orang berkumpul di ruang tamu. Semuanya memakai sarung tenun, buatan tangan. Sangat nyaman dan hangat. Kami dipinjami sarung itu. Berfoto bersama mereka sangat menyenangkan.

image

– Tidak ada sinyal. Kalau mau dapat sinyal, harus ke daerah rumah tantenya Thomas yang berdataran lebih tinggi dari rumah yang kami inapi. Susah banget.

Yang waktu itu baru tau kalau Messawa itu bukan Toraja.
Bersambung.
-Z33-
28.02.15 – 22:33pm

-Z33-
Posted from WordPress for Android

Dia Yang Kukasihi – Stelma 9.11

Kamu punya orang yang dikasihi?

Siapa yang paling kamu kasihi?

Kenapa kamu sangat mengasihinya?

Kamu takut kehilangannya?

Apa yang sudah kamu perbuat sebagai wujud rasa kasihmu padanya?

Apakah dia mengasihimu?

Menurutmu, apakah kamu yang paling dikasihinya?

Jika ya, menurutmu kenapa kamu yang paling dikasihinya?

Jika tidak, menurutmu kamu ada di urutan ke berapa?

Sejak kapan kamu mengasihinya?

Sejak kapan kamu menyadari kamu benar-benar mengasihinya?

Dimana dia sekarang?

Apa hubungan dia denganmu?

Hal baik apa yang ada padanya?

Hal buruk apa darinya yang tidak kamu sukai?

Pernahkah dia menyakitimu, eh bukan, pernahkah kamu tersakiti oleh dia?

Sudahkah kamu memaafkannya?

Kenapa kamu memaafkannya?

Sebaliknya, pernahkah dia tersakiti olehmu?

Sudahkah meminta maaf padanya?

Apa hal yang kalian lewati bersama yang sangat membekas di hatimu?

Apa hal yang berarti bagimu tapi tidak bisa kalian lewati bersama?

 

 

Yang terlebih dulu dikasihiNya,

-Z33-

05.08.14 – 22:19

Bersambung. Buntu.

Jika

Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih melihatmu menonton tv dan duduk di kursi itu dengan satu atau kedua kakimu di tangan kursi.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih melihatmu keluar kamar mandi dengan celana pendek dan singlet, handuk di tangan, rambut yang basah serta wangi sabun.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih mendengarmu memanggil namaku di pagi hari untuk menyuruhku minum minuman hangat dan membolehkanku tidur kembali.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih meneleponmu untuk bilang “Cuma ingin dengar suaramu saja” seperti yang kau lakukan padaku.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih kau ada di sampingku saat ini karena rindu ini sering tak mampu dibendung dan aku juga ingin berbagi kebahagiaan ini denganmu.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih menari bersamamu… (I’m a good dancer, u’re not) dan bukan hanya duduk dan menertawaimu menari.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih menyetrika kemeja dan celana yang akan kau pakai untuk ke kantor di pagi hari seperti biasa kau memintaku.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih kau yang memasak makanan khas itu. Masakanmu enak, banyak yang mengakuinya dan kau sendiri mengetahuinya.
Jika aku bisa memilih, tentu aku memilih memelukmu tidak hanya saat tubuhmu mampu berdiri kokoh dan melangkah dengan gagah, bahkan saat kau tidak mampu menopangnya lagi.
Jika aku bisa memilih…
Tapi… aku tak bisa

Yang hanya punya pilihan “Let Go and Let God”,
– Z33 –
Akhir Januari 2015