Cerita Kecil

SURABAYA

  • Batal berangkat liburan tanggal 29 Desember 2014, membuat aku dan Felis sahabatku berangkat tanggal 01 Januari 2015 dengan tujuan Jawa Tengah: Semarang, Solo dan Jogja.
  • Aku sudah siap dijemput di rumah saat subuh tapi Felis belum datang juga. Kuputuskan untuk ke Alfamart terdekat untuk membeli snack dan mengambil uang tunai di situ. Baru tahu kalau maksimal pengambilan tunai di Alfamart itu 500ribu.
  • Yang ditunggu pun datang bersama taksi yang akan membawa kami ke Stasiun Pasar Turi. Saat di taksi, aku memastikan Felis membawa bukti pembelian tiket.
  • Kami akan naik Kereta Maharani jurusan Surabaya – Semarang pukul 06.00. Agak deg-degan juga karena tertulis di bukti pembelian tiket, menukarkan tiket 1 jam sebelum keberangkatan yang berarti jam 05.00. Ini pertama kalinya bagiku menggunakan tiket kereta yang dibeli di Alfamart, jadi wajar kalau deg-degan takut terlambat dan tidak bisa menggunakan tiketnya.
  • Sopir taksi pun saya minta untuk lewat di pasar saja, masih subuh, tidak ramai, mengingat lebih dekat ke jalan utama daripada harus memutar sampai daerah pelabuhan Tanjung Perak.
    Tidak tahu bagaimana, spion taksi menabrak besi tenda yang terpasang di tengah jalan yang dipakai warga sekitar untuk merayakan tahun baru semalam. Felis bertanya kondisi spionnya yang dijawab dengan nada kurang baik menurutku oleh sopirnya “Ya spion saya mbak yang kena”. Mendengar jawabannya, saya jadi agak kesal karena itu tiang juga dari tadi di situ, ngga gerak, penerangan jalan juga ada, jalan di sebelah kiri juga masih muat, ngapain mepet sampai nabrak tuh tiang… tapi aku diam, sudahlah.
  • Jalan beberapa meter, bapak sopir ijin turun untuk memperbaiki letak spionnya.
    Melewati perempatan pasar, si sopir taksi mengeluh atas pilihanku untuk mengambil rute pasar karena ada satu mobil ditinggal loading barang, berlawanan arah, di jalur keluar dari pasar… tapi aku diam, sudahlah.
  • Saat sudah berada di jalan utama, aku memutuskan untuk menarik nafas panjang dan tersenyum “Sudahlah. I won’t let it ruin my day. Menjalani hari itu pilihan. Mau dibuat senang atau kesal.”
  • Biaya taksi 44.000 ditambah biaya masuk 4.000. Saya menyodorkan 50.000, tak lupa mengucapkan terima kasih atas jasa yang dijualnya sekaligus pelajaran yang saya beli.
  • Bersemangat sekali saat menginjakkan kaki di stasiun. Kami langsung menuju ke loket tiket. Menyodorkan bukti pembelian tiket untuk dicetakkan tiket aslinya. KTP kami keluarkan, ternyata tidak diperiksa. Saat membaca tiket aslinya, ada biaya reduksi sebesar Rp.7500 karena membeli di channel mereka, alfamart. Dari 90.000 ke 82.500 per tiket.
  • Setelah selesai menukarkan tiket, kami duduk. Felis ragu apakah menunggu di ruangan itu. Setahu dia, seharusnya menunggu di gedung sebelah – berdasarkan pengalamannya waktu itu. Saya bilang, tahun lalu terakhir waktu mengantar mami naik kereta naiknya dari gedung ini. Dia masih bilang, waktu itu di gedung sebelah. Saya tanya ‘waktu itu’ itu kapan?. SMP jawabnya, which is belasan tahun lalu. Eaaa.. hahaha
  • Daripada menunggu dengan tidak pasti, saya menuju ke deretan orang yang baru saja mengantri untuk masuk naik kereta dan bertanya pada petugasnya. Ok, ini antrian untuk masuk ke kereta yang akan kami tumpangi. Dari jauh saya memberi kode pada Felis untuk segera mengantri bersama saya.
  • Saya itu bermasalah dengan antrian. Maksudnya, kalau ada yang menyerobot atau tiba-tiba dengan jiwa wirausahanya yang kreatif membuat jalur antrian jadi “buka cabang”…ooh itu masalah buat saya. Dan taraaa… ada mas gendut berani buka cabang pas di sebelah kanan saya. Salah satu iklan susu di tv langsung playing on my mind dan “Ngantri itu ke belakang, bukan ke samping” jadi kalimat sarapan buat dia.
  • Sekali lagi, kami menyiapkan tiket dan KTP, menyusunnya sesuai nama untuk kemudian diperiksa oleh petugas. Dengan menyusunnya sesuai nama, kerja petugas jadi lebih mudah. Bayangkan saja jika yang berangkat rombongan berisi 7 orang dan tiketnya tidak dipasangkan dengan KTPnya, petugasnya akan kewalahan.
  • Setelah melewati petugas, kami mencari gerbong kami. Begitu naik, kami langsung “Waahhh…”. Senang karena ini perjalanan bersama kami naik kereta untuk pertama kalinya dan keretanya bersih dan dingin.
  • Wah, harus difoto nih trus dikirimin ke seorang sahabat kami yang lain yang tidak mau ikut dengan alasan tidak mau naik kereta ekonomi. Menurutnya kereta ekonomi itu sesak, banyak orang dan bau keringat.
    Hey, tentu saja saya sudah mengumpulkan informasi tentang kereta ini sebelumnya dari orang yang sudah sering naik kereta ini dan informasinya saya dapatkan dari Mbak Rury yang nantinya akan menjemput kami di Semarang dan menjadi teman perjalanan kami saat di Jogjakarta.

2015101053016

  • Gerbong masih sepi, kami turun untuk berfotoria kemudian naik lagi saat sudah puas. Di dinding kereta disediakan stop kontak yang pastinya sudah menjadi kebutuhan primer di masa ini bukan?

 

2015101053034

2015101054526n

BELAJAR KE ‘TORAJA’ – BAG.2

Hari ke -2

22.07.08

 

Bagian Pertama

  • Bangun pagi banget. Semalem mimpi indah. Akankah menjadi kenyataan? Haha..
  • Ok, udaranya dingin. Pagi ini cuma cuci muka dan gosok gigi, lalu minum teh. Aku berangkat dengan Thomas untuk jalan-jalan, outbond gitu. Pakai celana pendek hitam, kaos hitam bergambar starbucks hadiah dari sahabat, jacket putih pemberian mama’ani, sepatu keds biru yang kupinjam dari sepupuku (liburan kali ini ngga bawa keds dari suroboyo), slayer hitam bunga-bunga dan syal hijau milik oma, kacamata, tas ransel serta perbekalan.
  • Tujuan pertama, rumah tante Thomas.
    Tujuan kedua, jembatan gantung.
    Tujuan ketiga, sungai.
    Tujuan keempat, sawah dan kerbau.
    Tujuan kelima, Sekolah Dasar.

 

  • Tentang Rumah Tante Thomas.
    Dari terasnya, aku bisa melihat pemandangan yang sangat indah.

    DSC00787

Gunung, sungai, dan sawah. Pemandangan ini seperti gambar kita saat SD kan?
Matahari dan burung-burungnya, absen.

 

  • Tentang Jembatan Gantung.
    DSC00797

Menyenangkan berada di atas jembatan ini!

Saat proses pembangunan, jembatan itu ambruk sehingga para tukangnya jatuh ke sungai. Patah tulang, tapi untungnya tidak ada korban jiwa. Begitu informasi yang kudapat.

 

  • Tentang sungai.

    Secara umum, sungainya bersih dari sampah plastik, tapi ngga luput dari ‘sampah’ manusia. Mungkin ada beberapa aja yang buang ‘kotoran’ di sungai (mungkin ga punya toilet kali ya) karena tadi pagi aku ngeliat kotorannya *eeuuwww…*.

    Oya, seorang teman Thomas menyusul dan bergabung dengan kami. Mereka senang difoto, apalagi saat aku pinjami kacamata. Lihat saja gaya mereka…

    DSC00822 DSC00810
    Thomas

 DSC00821 

DSC00824
Teman Thomas (Aku lupa namanya, dan tak mencatatnya)

 DSC00804Teman Thomas juga :p

DSC00816  DSC00818

Thomas dan teman-temannya

 

 

Bersambung.

Yang mencintai desa

-Z33-

11.05.15 – 03:29 pm

 

DIAM

“Karena aku ngga pingin kaya kamu. Kamu itu terlalu diam”, kata seorang temanku tiba-tiba membekukan suasana yang beberapa menit sebelumnya bercanda denganku. Seorang teman yang ngga kenal dekat, pastinya.

“Ayo dong, kamu yang ngomong. Masak dari tadi Oma terus. Oma bicaranya 90%, kamu 10%” desak omaku – aku tertawa – dan tak lama kemudian ia mengakhiri percakapan kami di telepon. Seringkali seperti itu, tapi  tetap saja seringkali juga aku yang meneleponnya duluan. Ya, ingin mendengar suaranya dan tahu keadaannya.

“Single, pinter nari. Bla.. bla.. bla.. Berkata satu kata berjuta makna” tulis seorang temanku saat berpikir menjual temannya sendiri di sebuah media sosial. Bendera perang dikibarkannya. Dan, berjuta makna?!

“Kalau mendengarkan saja cukup, kenapa harus bicara?” sebuah kalimat yang kuaminkan dengan keras saat menonton sebuah film di layar lebar di mall dekat kantor. See!

“Bikin kesel. Aku lirik aja. Kamu tahu kan lirikanku yang gimana” jelasku datar yang disambut bahakan tanda paham dari sahabatku, si Ratu Bacarita. Mungkin perbedaan kami ini menjadi salah satu faktor persahabatan 12 tahun tak henti.

Beberapa kejadian ‘diam’ akhirnya membuatku memikirkan ‘diam’ itu dalam diam. Mengungkapkannya dengan diam dalam tulisan ‘DIAM’.Yang suka, diam saja lah.
Yang tak suka, diam atau tidak diam akan kusambut dengan diam. Yang bertanya, jangan diam-diam.

Bukankah saling mendukung jika yang satu berbicara dan satunya diam mendengarkan?
Jika yang satu sangat suka berbicara, yang satunya diam menyeimbanginya.
Tidak bermaksud egois. Bukan tak ingin membagi cerita. Bukan itu.

Tidak seutuhnya, tapi dalam diam kutemukan kekuatanku. Aku tak membuang banyak energi. Lelah jika harus mengeluarkan perbendaharaan huruf yang sudah tersusun menjadi kata dan terangkai menjadi kalimat. Jika sampai beradu mulut, pasti lelahnya mengalahkan keluarga up-up. Beberapa set sit up, side up, push up, leg up, back up dan tak ketinggalan plank berdurasi 1 lagu.

Menikmati lawan bicara yang mencurahkan dengan deras aliran kata dari mulutnya, atau hanya menitik-nitikkannya dengan pasti. Tak luput, sekeliling lawan bicara yang bereaksi terhadap setiap pemilik kalimat. Aku menyukai prosesnya.

Dalam diam itu kudapatkan…
Ada yang dipikir secara matang, ada yang tidak. Kata-kata tak pernah bisa ditarik ulang.
Ada yang mencandain yang serius, ada yang menyeriusi yang becanda. Bisa kacau.
Ada yang terasa biasa, sangat membangun, sekedar menyayat hati, bahkan merobek jiwa. Pilihan, baik untuk yang menyampaikan maupun yang mendengar. Ya, pilihan.
Semacam kado. Ada yang dibungkus rapi dan indah, ada yang seadanya saja. Ada yang dikemas dalam plastik transparan, ada yang dibungkus kertas kado atau koran berlapis-lapis.
Ada yang hanya transit di hidung (aku menyebutnya begitu karena letaknya di tengah wajah – di antara telinga), masuk kiri keluar kanan. Ada yang seperti bola bekel, nge-per, ngga sempat masuk. Ada yang normal, input-proses-ouput. Malah, ada yang diendapkan di hati.

Yang setuju bahwa nama mempengaruhi kepribadian seseorang.
-Z33-
10.06.15 – 01:45am

-Z33-
Posted from WordPress for Android