Pendet

Berawal dari keinginan saya belajar tari tradisional di tahun 2013, maka saya membuat target untuk mengambil les tari tradisional di awal tahun 2014. Saya googling tempat les tari tradisional dan berakhir dengan bertanya pada pengajar les hiphop saya dulu. Saya mendapatkan kontak pengajar tradisional – si mbak itu – darinya yang kemudian saya coba hubungi.
Saya menelepon si mbak, bertanya seputar sanggar tradisional yang dimiliki dan bilang mau datang kesana untuk mendaftar. Diiyakannya. Saat saya konfirmasi untuk kedatangan saya kesana, tidak ada respon lagi darinya. Saya telepon ngga dibalas, sms juga bernasib sama. Saya jadi kesal. Akhirnya, target saya tidak tercapai di tahun 2014. Yah, sepertinya saya kurang gigih juga dalam berjuang mencari tempat les.

Tahun ini, saya belajar tari tradisional (akhirnya!!!). Tari Pendet, sebuah tari tradisional dari Bali. Mudah bagi saya? Tentu saja… tidak! Saya sama sekali tidak pernah belajar tari tradisional sebelumnya. Saya tidak terbiasa dengan musiknya, postur badannya, cara mengajar pengajarnya, dan semuanya… tidak ada yang membuat saya terbiasa dan nyaman.
Saat latihan-latihan, beberapa kali saya hampir menangis. Saya ngga bisa hafal tariannya dengan baik. Salah terus. Saya kesal pada diri saya sendiri karena ngga hafal-hafal. Bagian-bagian musiknya menurut saya sama, susah dihafal, ngga ada liriknya. Beberapa gerakannya juga begitu, kanan dan kiri sama. Ada gerakan pokok di setiap set. Harus menghafal istilah-istilah gerakan dalam bahasa daerah. Rasanya ada beban yang berat ditimpakan di dada (read: nyesek) saat melihat ekspresi salah satu pengajarnya agak kesal. Aaagh…! Lebih tertekan lagi saat bertanya pada pengajarnya dan dijawab biasanya materi ini diselesaikan dalam waktu 2 bulan. Saat ini, saya sudah masuk bulan ketiga!

Setiap kali hampir menangis itu, ingin rasanya kelas hari itu disudahi saja dan segera pulang (tapi kelas selanjutnya pasti tetap datang). Tapi di sisi lain, diri saya memaksa untuk bagaimanapun caranya harus bisa menyelesaikan tarian ini. Pantang berhenti, malu sama diri sendiri.

Secara subyektif, tari tradisional kurang diminati di jaman sekarang ini. Lebih banyak yang berminat pada hiphop. Saya memilih untuk belajar tari tradisional salah satunya diawali dengan pikiran “Masak orang Surabaya ngga bisa nari Remo?”.

Yang saya pelajari saat belajar tari tradisional ini banyak sekali, diantaranya: kesabaran, pengendalian diri, melatih kekuatan kaki, semangat untuk terus belajar hal yang baru -yang kadang dianggap susah bahkan tidak disukai-, dll.

Nonton tari pendet itu asyik banget. Feminin, lembut tapi ada ketegasan disana, dan gerakannya mengalir tanpa henti. Proses latihannya yang… Maaak! Bagaimana membuat otak, kepala, mata, tangan, jari, bahu, dada, pinggul, kaki, ekspresi, power dan perasaan bisa bekerjasama dalam waktu sekitar 8 – 9 menit.

Yang mencintai budaya Indonesia
-Z33-
19.05.15 – 10:59 pm

-Z33-
Posted from WordPress for Android